Rabu, 22 Agustus 2012

Anak Negeri dan Kemerdekaan


Kemerdekaan bambu runcing yang ditanam atas nama cinta. Digenggam dengan erat bercampur akan asa yang luar biasa. Angan – angan kemerdekaan yang kini telah menjadi nyata. Saat dimana anak negeri menyebutkan nama Garuda dengan hikmatnya. Sang Saka berkibar tanpa ada yang membiarkannya terjatuh, berserak. Pancasila yang bergelantungan di kalung hati, kilaunya yang memancarkan ketulusan. Pengabdian jutaan pejuang yang bernama ataupun tak bernama. Pemberontakan terdahulu melawan kekangan yang merenggut kebebasan. Semua dalam satu nama di jiwa. ”Dirgahayu Indonesia”

Berabad – abad lamanya, hingga kita akhirnya diberi kebebasan. Menjadi manusia baru dengan image ”Indonesia”. Nama sederhana yang dahulunya sangat kental dengan neraca perjuangan. Tangis dan pertumpahan darah pernah meng-tsunamikan bumi pertiwi yang hijau. Namun bagaimanakah kita sebagai generasi baru memaknai arti kemerdekaan yang sesugguhnya?

Pulau yang terbentang dari sabang hingga merauke. Menjadi saksi bisu akan sejarah negeri. Menatap jejak - jejak pahlawan yang hidup dalam kobaran api perjuangan. Menyerukan kepada langit yang mendung dengan suara yang tertatih – tatih, berteriak keras walau peluh dan tubuh bersimbah darah.

”Biru cerahmu akan terlihat lagi..
Kemerdekaan akan kami raih....
Anak cucu kami.. tak boleh merasakan penderitaan seperti seperti ini...
Penjajahan akan segera berakhir..”

67 tahun berlalu. Kini Indonesia berdiri dengan kemerdekaannya. Merah Putih berkibar di singasananya. Kita bisa memperlakukan negeri ini sesuai dengan yang kita inginkan. Kita diberi wewenang, untuk membangun bangsa ini. Namun apa yang bisa kita lakukan?

Masing – masing mungkin punya pandangan sendiri untuk menjawab pertanyaan tersebut. Namun penulis punya satu alternatif yang semoga saja bisa memberi pembaca inspirasi :D

Kemenangan Pribadi, ‘Real Freedom’

Pribadi disini bukan dalam arti individual, melainkan nasional. Pribadi itu menyangkut bagaimana kita bisa membawa bangsa kita di era globalisasi dengan ciri khas dan cara kita sendiri. Sesuatu yang membedakan kita dari bangsa lain dalam hal yang positif.

Bukan berarti kita tidak belajar dari bangsa lain. Tapi kita perlu menghilangkan kepribadian plinplanisme yang dapat mengganggu kemerdekaan. Pemandangan dewasa ini terlihat jelas bahwa kita masih canggung menunjukan apa yang kita punya dihadapan dunia. Kebanyakan pemuda masih malu untuk memainkan alat musik tradisional. Masih ragu untuk ikut kursus tari daerah. Masih sungkan untuk hadir dalam pementasan wayang, dan yang paling memprihatinkan adalah kita perlahan meninggalkan banyak hal yang berbau nasional.

Padahal lihat saja. Banyak negara asing yang datang ke bumi pertiwi hanya sekedar belajar budaya Indonesia. Harusnya kita bangga dengan negeri ini dan ikut meramaikan budaya negeri.

Masihkah Indonesia menangis? Dengan kelakuan anak negeri? Mungkin tak semua dari kita mengecewakan. Kita punya banyak anak berprestasi. Dari merekalah kita mengharapkan jawaban. Jawaban kemerdekaan yang sebenarnya. Jawaban untuk menjadi diri sendiri. Pribadi Indonesia. Bukankah begitu?

Di dalam darah ini mengalir darah perjuangan. Semangat merah putih pasti ada dalam jiwa masing – masing dari kita. Teman – teman kita sudah melakukan banyak hal untuk negeri. Apa kita hanya diam saja, sambil merusak perjuangan mereka? Dengan memperlakuan Indonesia dengan tercela. Korupsi, Merusak laut dan hutan, Munafik, Penghianatan?

Air mata yang pernah mengalir di pipi para pejuang mungkin tak sia – sia melihat mereka yang banting tulang menguras tenaganya dan pikirannya demi nama Indonesia. Tidak tidur, karna harus berjuang atas nama Indonesia. Haruskah kita hanya menonton saja sambil bertepuk tangan? atau bisakah kita melakukan sesuatu.?

Ya..
Jika tak mampu berprestasi di dunia, cukup jadi diri sendiri. Mengharumkan Indonesia dengan pribadi yang santun. Menebarkan senyum pada pertiwi, Menunjukan pada dunia bahwa kita negara yang makmur. Keadilan sejahtera tanpa ada kekacauan dimana – mana. Penjara kosong, sekolah lancar, jalanan teratur, bisakah kita menciptakan hal itu? Bukankah itu juga merupakan prestasi?

Asal saja kita bisa memperbaiki norma yang ada, saling memahami, menjaga, dan toleransi. Semuanya bukan sekedar omong kosong belaka. Bukankah itu cita – cita kita?.

Mencari bagaimana memperbaiki norma. Belajar tunggang - langgang di negeri orang, bagaimana suatu negara bisa menjadi panutan. Membaca berbagai paham yang ada di buku –buku asing bagaimana cara agar suatu negara bisa menjadi nomor satu. Tidakkah kita sadari bahwa kita punya harta karun yang tidak di miliki negara lain..



Tepat..
Kita punya Pancasila :D
”Kekayaan Pribadi Indonesia”




Epilog :
Jika belum mampu jadi diri sendiri..
Itu belum merdeka namanya :D
Ayo buktikan >-<
We are special !!!
#Dirgahayu Indonesiaku J


Tidak ada komentar:

Posting Komentar