Kemerdekaan bambu runcing yang ditanam
atas nama cinta. Digenggam dengan erat bercampur akan asa yang luar biasa.
Angan – angan kemerdekaan yang kini telah menjadi nyata. Saat dimana anak
negeri menyebutkan nama Garuda dengan hikmatnya. Sang Saka berkibar tanpa ada
yang membiarkannya terjatuh, berserak. Pancasila yang bergelantungan di kalung
hati, kilaunya yang memancarkan ketulusan. Pengabdian jutaan pejuang yang
bernama ataupun tak bernama. Pemberontakan terdahulu melawan kekangan yang
merenggut kebebasan. Semua dalam satu nama di jiwa. ”Dirgahayu Indonesia”
Berabad – abad lamanya, hingga kita
akhirnya diberi kebebasan. Menjadi manusia baru dengan image ”Indonesia”. Nama
sederhana yang dahulunya sangat kental dengan neraca perjuangan. Tangis dan
pertumpahan darah pernah meng-tsunamikan bumi pertiwi yang hijau. Namun
bagaimanakah kita sebagai generasi baru memaknai arti kemerdekaan yang
sesugguhnya?
Pulau yang terbentang dari sabang hingga
merauke. Menjadi saksi bisu akan sejarah negeri. Menatap jejak - jejak pahlawan
yang hidup dalam kobaran api perjuangan. Menyerukan kepada langit yang mendung
dengan suara yang tertatih – tatih, berteriak keras walau peluh dan tubuh
bersimbah darah.
”Biru cerahmu akan terlihat lagi..
Kemerdekaan akan kami raih....
Anak cucu kami.. tak boleh merasakan
penderitaan seperti seperti ini...
Penjajahan akan segera berakhir..”
67 tahun berlalu. Kini Indonesia berdiri
dengan kemerdekaannya. Merah Putih berkibar di singasananya. Kita bisa
memperlakukan negeri ini sesuai dengan yang kita inginkan. Kita diberi
wewenang, untuk membangun bangsa ini. Namun apa yang bisa kita lakukan?
Masing – masing mungkin punya pandangan
sendiri untuk menjawab pertanyaan tersebut. Namun penulis punya satu alternatif
yang semoga saja bisa memberi pembaca inspirasi :D
Kemenangan Pribadi, ‘Real Freedom’
Pribadi disini bukan dalam arti
individual, melainkan nasional. Pribadi itu menyangkut bagaimana kita bisa
membawa bangsa kita di era globalisasi dengan ciri khas dan cara kita sendiri.
Sesuatu yang membedakan kita dari bangsa lain dalam hal yang positif.
Bukan berarti kita tidak belajar dari
bangsa lain. Tapi kita perlu menghilangkan kepribadian plinplanisme yang dapat
mengganggu kemerdekaan. Pemandangan dewasa ini terlihat jelas bahwa kita masih
canggung menunjukan apa yang kita punya dihadapan dunia. Kebanyakan pemuda
masih malu untuk memainkan alat musik tradisional. Masih ragu untuk ikut kursus
tari daerah. Masih sungkan untuk hadir dalam pementasan wayang, dan yang paling
memprihatinkan adalah kita perlahan meninggalkan banyak hal yang berbau
nasional.
Padahal lihat saja. Banyak negara asing
yang datang ke bumi pertiwi hanya sekedar belajar budaya Indonesia. Harusnya
kita bangga dengan negeri ini dan ikut meramaikan budaya negeri.
Masihkah Indonesia menangis? Dengan
kelakuan anak negeri? Mungkin tak semua dari kita mengecewakan. Kita punya
banyak anak berprestasi. Dari merekalah kita mengharapkan jawaban. Jawaban
kemerdekaan yang sebenarnya. Jawaban untuk menjadi diri sendiri. Pribadi
Indonesia. Bukankah begitu?
Di dalam darah ini mengalir darah perjuangan.
Semangat merah putih pasti ada dalam jiwa masing – masing dari kita. Teman –
teman kita sudah melakukan banyak hal untuk negeri. Apa kita hanya diam saja,
sambil merusak perjuangan mereka? Dengan memperlakuan Indonesia dengan tercela.
Korupsi, Merusak laut dan hutan, Munafik, Penghianatan?
Air mata yang pernah mengalir di pipi para
pejuang mungkin tak sia – sia melihat mereka yang banting tulang menguras tenaganya
dan pikirannya demi nama Indonesia. Tidak tidur, karna harus berjuang atas nama
Indonesia. Haruskah kita hanya menonton saja sambil bertepuk tangan? atau bisakah
kita melakukan sesuatu.?
Ya..
Jika tak mampu berprestasi di dunia, cukup
jadi diri sendiri. Mengharumkan Indonesia dengan pribadi yang santun.
Menebarkan senyum pada pertiwi, Menunjukan pada dunia bahwa kita negara yang
makmur. Keadilan sejahtera tanpa ada kekacauan dimana – mana. Penjara kosong,
sekolah lancar, jalanan teratur, bisakah kita menciptakan hal itu? Bukankah itu
juga merupakan prestasi?
Asal saja kita bisa memperbaiki norma yang
ada, saling memahami, menjaga, dan toleransi. Semuanya bukan sekedar omong
kosong belaka. Bukankah itu cita – cita kita?.
Mencari bagaimana memperbaiki norma.
Belajar tunggang - langgang di negeri orang, bagaimana suatu negara bisa
menjadi panutan. Membaca berbagai paham yang ada di buku –buku asing bagaimana
cara agar suatu negara bisa menjadi nomor satu. Tidakkah kita sadari bahwa kita
punya harta karun yang tidak di miliki negara lain..
Tepat..
Kita punya Pancasila :D
”Kekayaan Pribadi Indonesia”
Epilog :
Jika belum mampu jadi diri sendiri..
Itu belum merdeka namanya :D
Ayo buktikan >-<
We are special !!!
#Dirgahayu Indonesiaku J
Tidak ada komentar:
Posting Komentar